DONGGALA, SULAWESI TENGAH -Gempa magnitud 7.5, yang berlaku waktu maghrib Jumaat 28 September 2018, dianggap satu gelombang yang"membersihkan kotor" di daerah Palu dan Donggala.
Tiga fenomena alam serentak tsunami, gempa bumi dan likuifaksi yang menghentam Sulawesi Tengah itu benar-benar menghairankan, ia seolah-olah"berputar" mencari tempat yang tidak betul lalu dibersihkan hingga musnah.
Berkongsi tragedi alam dahsyat itu, seorang pemandu ojek, Mokhtar Umar,60, yang tinggal di pesisir pantai Donggala berkata, ombak besar tsunami memilih lokasi yang mahu dihancurkan.
"Ombak besar tsunami yang melanda 28 September lalu datang tinggi lalu menghempas pesisir pantai dan airnya masuk ke Kota Palu, tragedi ini aneh sekali.
"Palu ini teluk, tetapi tsunami itu menghempas kawasan yang mahu dirosakkannya sahaja, misalnya rumah pelacuran, acara ritual festival Palu Nomoni, tempat maksiat judi dan arak sedangkan yang lain"ditinggalkan" untuk memberi pengajaran buat warga lain," katanya kepada Sinar Harian.
Ketika gempa pertama,rumah kayu Mokhtar digoncang gempa bumi namun tidak roboh, manakala saat tsunami dia sedang mengambil wuduk untuk menunaikan solat Maghrib tsunami besar membadai dan rumahnya masih ada.
"Ketika tsunami datang,saya dan keluarga serta seluruh warga di pesisir pantai Donggala ini bertempiaran lari ke kaki gunung menyelamatkan diri.
"Tsunami itu besar dan dahsyat sekali jika dilihat dengan mata kasar gelombangnya sekitar 12 meter, kawasan teluk ini habis musnah bertukar jadi air," ujarnya.
Namun setelah selesai gelombang, Mokhtar merumuskan bencana buruk yang melanda Sulawesi Tengah itu cuma menghancurkan lokasi-lokasi maksiat untuk disucikan.
"Jika di sini tepi laut tanah perkuburan dan masjid masih utuh meskipun kiri dan kanannya hancur tidak bersisa.
Tiga fenomena alam serentak tsunami, gempa bumi dan likuifaksi yang menghentam Sulawesi Tengah itu benar-benar menghairankan, ia seolah-olah"berputar" mencari tempat yang tidak betul lalu dibersihkan hingga musnah.
Berkongsi tragedi alam dahsyat itu, seorang pemandu ojek, Mokhtar Umar,60, yang tinggal di pesisir pantai Donggala berkata, ombak besar tsunami memilih lokasi yang mahu dihancurkan.
"Ombak besar tsunami yang melanda 28 September lalu datang tinggi lalu menghempas pesisir pantai dan airnya masuk ke Kota Palu, tragedi ini aneh sekali.
"Palu ini teluk, tetapi tsunami itu menghempas kawasan yang mahu dirosakkannya sahaja, misalnya rumah pelacuran, acara ritual festival Palu Nomoni, tempat maksiat judi dan arak sedangkan yang lain"ditinggalkan" untuk memberi pengajaran buat warga lain," katanya kepada Sinar Harian.
Ketika gempa pertama,rumah kayu Mokhtar digoncang gempa bumi namun tidak roboh, manakala saat tsunami dia sedang mengambil wuduk untuk menunaikan solat Maghrib tsunami besar membadai dan rumahnya masih ada.
"Ketika tsunami datang,saya dan keluarga serta seluruh warga di pesisir pantai Donggala ini bertempiaran lari ke kaki gunung menyelamatkan diri.
"Tsunami itu besar dan dahsyat sekali jika dilihat dengan mata kasar gelombangnya sekitar 12 meter, kawasan teluk ini habis musnah bertukar jadi air," ujarnya.
Namun setelah selesai gelombang, Mokhtar merumuskan bencana buruk yang melanda Sulawesi Tengah itu cuma menghancurkan lokasi-lokasi maksiat untuk disucikan.
"Jika di sini tepi laut tanah perkuburan dan masjid masih utuh meskipun kiri dan kanannya hancur tidak bersisa.